Kutai Kartanegara – Pengurangan Beasiswa Kalimantan Timur (BKT) memicu keprihatinan di kalangan pelajar dan mahasiswa. Kebijakan tersebut dianggap sebagai langkah mundur oleh sebagian orang, terutama mereka yang bergantung pada program ini.
Salah satu suara paling vokal datang dari Rahmad Azazi Rhomantoro, seorang tokoh pemuda berprestasi yang pernah menerima BKT selama beberapa periode, mulai dari jenjang S-1 hingga S-3. Ia merasa khawatir terhadap dampak yang ditimbulkan setelah pengurangan anggaran beasiswa ini.
Menurut dia, banyak pelajar di Kaltim yang sangat bergantung pada program beasiswa untuk mewujudkan impian mereka. Sehingga, pemangkasan ini berpotensi menghentikan langkah daripada anak-anak Kaltim untuk melanjutkan pendidikannya di tengah jalan.
“Sebagai salah satu penerima beasiswa, saya merasa bangga telah mendapat kesempatan pendidikan yang luar biasa, namun kondisi saat ini sangat mengkhawatirkan,” ujarnya.
“Banyak teman-teman ditengah jalan yang berjuang melanjutkan pendidikan. Namun, kini mereka harus menghadapi hambatan sulit akibat pemangkasan ini,” tambahnya.
Ia pun mendesak Pemerintah Provinsi Kaltim untuk meninjau ulang keputusan tersebut dan mempertimbangkan kembali dampaknya terhadap masa depan generasi muda yang ada di Bumi Mulawarman.
Pasalnya kata dia, pendidikan adalah investasi jangka panjang. Sehingga pengurangan dari beasiswa ini tidak hanya akan membatasi peluang seseorang untuk mengupgrade diri. Melainkan, juga memengaruhi potensi besar pembangunan di daerah.
Pendidikan dalam filosofi Rahmad, yaitu hak dasar setiap individu yang harus dijamin oleh negara. Pemimpin daerah dianggap memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan akses pendidikan yang merata bagi seluruh masyarakat.
“Khususnya di Kaltim, akses pendidikan harus merata. Karena saat ini kita sedang memasuki era baru pembangunan Ibu Kota Nusantara,” jelasnya.
Mengutip pemikiran dari filsuf eksistensialis Jean-Paul Sartre, Rahmad Azazi menekankan pentingnya kebebasan individu/seseorang dalam menentukan arah hidup. Kebebasan ini hanya bermakna jika setiap individu memiliki akses ke sumber daya, salah satunya adalah pendidikan.
“Kebijakan pengurangan anggaran beasiswa ini menghambat kesempatan generasi muda untuk menentukan masa depan mereka,” paparnya.
Sebagai salah satu provinsi yang akan menjadi pusat perhatian nasional dengan pengembangan IKN Nusantara, Rahmad menegaskan bahwa Kaltim membutuhkan generasi yang cerdas, terdidik, dan kompeten untuk berkontribusi pada pembangunan tersebut.
“Kaltim memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas, dan pendidikan adalah kunci utamanya. Maka itu, pendidikan tidak boleh dilihat sebagai pengeluaran, tetapi harus dianggap sebagai investasi penting untuk masa depan,” tutupnya.