Fajarnews.co, Bandung – Industri kuliner saat ini semakin berkembang pesat, dengan berbagai makanan dari berbagai belahan dunia kerap muncul di media sosial. Kuliner tidak hanya berfokus pada cita rasa, tetapi juga menjadi bagian dari gaya hidup. Namun, apakah kuliner tradisional, khususnya dari Sunda, masih dapat bertahan di tengah arus modernisasi?
Tetti Teriawati, Direktur Restoran Sunda Sindang Reret Group, mengungkapkan bahwa saat ini banyak anak muda mengenal kuliner Sunda karena dua faktor. Pertama, mereka sering kali diajak oleh orang tua atau keluarga, dan kedua, rasa penasaran terhadap masakan Sunda. “Tidak semua anak muda mau selfie di restoran Sunda, tetapi mereka cenderung lebih tertarik ke restoran yang menyajikan masakan Korea atau Eropa,” ujarnya saat ditemui di salah satu cabang restoran Sindang Reret di Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Sindang Reret, yang telah berdiri sejak 1973, menjadi salah satu restoran Sunda legendaris di Bandung. Tetti menegaskan bahwa meskipun masakan Sunda terlihat sederhana, proses penyajiannya tetap memerlukan perhatian khusus untuk mempertahankan cita rasa, kandungan gizi, dan esensinya. “Tampilan yang sederhana tidak berarti mudah, karena dalam penyajiannya kami tetap menjaga kualitas,” tambah Tetti.
Sindang Reret, yang kini memiliki empat cabang di Jawa Barat, tetap mempertahankan warisan kuliner Sunda meskipun telah berinovasi. Setelah direnovasi, restoran di Ciwidey memiliki sentuhan modern tanpa mengurangi unsur-unsur arsitektur khas Sunda, seperti bangunan julang ngapak. Tetti mengatakan bahwa pelestarian kuliner Sunda merupakan bagian dari komitmen keluarganya untuk menjaga warisan budaya ini.
Namun, bisnis kuliner tidak tanpa tantangan. Tetti mengakui bahwa industri kuliner sedang menghadapi masa sulit, dengan banyak pengusaha yang kesulitan bertahan. Persaingan yang semakin ketat ditambah dengan banyaknya pengaruh budaya luar membuat sektor ini semakin tertekan. Meskipun demikian, Sindang Reret tetap bertahan berkat tekad kuat untuk melestarikan masakan Sunda.
Inovasi menu di Sindang Reret juga terus dilakukan untuk menjaga keberagaman cita rasa. “Kami memperbarui menu setiap tiga bulan sekali untuk memastikan pelanggan tetap mendapatkan pengalaman baru,” jelasnya. Selain itu, bahan-bahan seperti lalapan yang menjadi ciri khas kuliner Sunda juga ditanam di kebun milik restoran, guna mengantisipasi kelangkaan sayuran tertentu.
Tetti juga menekankan pentingnya mempertahankan menu otentik seperti bakakak hayam, gepuk, karedok, kasreng, dan cimplung, yang masih menjadi favorit pelanggan setelah puluhan tahun. Pelestarian masakan Sunda merupakan bagian dari tekad mereka untuk menjaga budaya kuliner ini tetap hidup.
Sindang Reret tidak hanya sekadar restoran, tetapi juga telah berkembang menjadi sebuah tempat perjamuan yang luas, dengan area untuk pesta pernikahan dan acara perusahaan. Bahkan, Tetti berencana mengembangkan desa wisata di sekitar Ciwidey, dengan menawarkan pengalaman berkeliling desa menggunakan delman dan melibatkan masyarakat dalam kegiatan tradisional, seperti pembuatan golok khas Ciwidey. Upaya ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memperkuat ekonomi daerah.
Melalui berbagai langkah tersebut, Sindang Reret berkomitmen untuk terus menjaga dan memajukan kuliner Sunda di tengah tantangan zaman.
Sumber : https://bandung.kompas.com/read/2025/01/31/173157378/upaya-pemilik-restoran-sunda-bertahan-dari-gempuran-kuliner-asing
Penulis : Arnelya NL