Fajarnews.co, Bandung – Polemik pengelolaan dana pemerintah daerah kembali mengemuka setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengkritik praktik penyimpanan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam bentuk giro. Menurutnya, kebijakan tersebut membuat daerah kehilangan potensi pendapatan karena bunga giro tergolong rendah.
Purbaya menilai sebagian pemerintah daerah masih menempatkan dana kasnya di rekening bank tanpa optimalisasi. Pernyataan ini dianggap berbeda dari sikapnya sebelumnya yang sempat menyoroti praktik penyimpanan dana dalam bentuk deposito karena dinilai mengendapkan anggaran dan hanya berorientasi pada keuntungan.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyatakan bahwa penempatan dana daerah dalam bentuk giro merupakan pilihan paling aman dan transparan. Ia menilai langkah itu sudah sesuai dengan prinsip akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. “Kalau hari ini nyimpen di giro dianggap rugi, ya tidak mungkin juga pemerintah daerah nyimpen uang di kasur atau lemari besi. Itu justru lebih rugi lagi,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (23/10/2025).
Dedi menjelaskan, mekanisme pembayaran proyek daerah tidak bisa dilakukan sekaligus, melainkan secara bertahap sesuai progres pelaksanaan di lapangan. Sistem ini, kata dia, menjadi bentuk pengawasan agar setiap anggaran yang disalurkan benar-benar digunakan sesuai peruntukannya. “Kalau uang langsung diberikan tapi pekerjaan belum ada, itu bisa jadi masalah hukum bagi penyelenggara,” tambahnya.
Meski demikian, Dedi tidak menampik bahwa sebagian daerah masih menggunakan deposito on call untuk menempatkan dana kas karena bersifat fleksibel. Jenis deposito tersebut dapat dicairkan sewaktu-waktu dan bunga yang dihasilkan masuk kembali ke kas daerah. “Bunganya menjadi pendapatan lain-lain yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung pembangunan daerah,” katanya.
Ia menegaskan bahwa seluruh kas Pemerintah Provinsi Jawa Barat saat ini tersimpan di Bank Jabar Banten (BJB) dalam bentuk giro. Kebijakan ini, lanjutnya, merupakan langkah kehati-hatian agar arus pembayaran kegiatan pemerintah berjalan lancar.
Dedi juga menargetkan saldo kas daerah Jabar akan menurun secara signifikan pada akhir 2025, seiring percepatan penyerapan anggaran. Menurutnya, langkah ini sejalan dengan penilaian Kementerian Dalam Negeri yang menempatkan Jawa Barat sebagai provinsi dengan tingkat serapan belanja dan pendapatan tertinggi di Indonesia. “Sekarang masih sekitar Rp 2,5 triliun, tapi menjelang 30 Desember saya harap saldo itu bisa jauh berkurang, bahkan kalau bisa nol,” pungkasnya.


