Keterampilan Dasar Tergerus, Banyak Anak Indonesia Tak Bisa Baca Jam Analog

redaksi

Ilustrasi. Jam Analog dinding. Foto/pexels.com/Caio

Fajarnews.co – Fenomena tak biasa terjadi di sebuah sekolah negeri di Bogor, Jawa Barat. Seorang siswi berinisial F (15) berdiri kaku di depan kelas ketika gurunya meminta membaca jam analog. Meski jarum panjang dan pendek berputar pelan, ia hanya bisa menatap kosong dan mengaku tidak paham. “Nggak paham, Bu,” katanya pelan dengan senyum kaku dan wajah memerah.

F menceritakan pengalaman memalukan itu kepada Liputan6.com beberapa waktu lalu. Sejak kecil, ia lebih mengenal waktu dari layar digital—baik melalui jam tangan modern maupun ponsel. Angka-angka yang langsung muncul membuatnya tak pernah perlu menghitung posisi jarum jam. “Bapak ibu bisa baca jam analog sih. Tapi kami semua lebih sering lihat jam dari HP,” tuturnya.

Jam analog bahkan tidak pernah hadir di rumah F. Pelajaran tentang jam jarum yang sempat ia dapat di SD pun kini telah lenyap dari ingatan. Ia juga menyebut bahwa banyak teman sekelasnya mengalami hal serupa. “Banyak kok yang nggak bisa. Lihat jarum jam bikin bingung. Ini jarum yang mana? Harus hitung dulu. Kalau jam digital tinggal lihat angka, selesai,” katanya sambil tertawa kecil.

Fenomena serupa tak hanya terjadi pada siswa, namun juga dirasakan oleh orang dewasa. Fitra (27), seorang karyawan swasta, juga mengaku kesulitan membaca jam analog. Ia menyebut bahwa suaminya sempat mengira ia hanya bercanda saat tidak bisa menunjukkan waktu dari jam dinding. “Di awal-awal nikah, suami kira saya becanda, padahal saya beneran nggak bisa,” ujarnya dengan tawa ringan.

Saat masih SD, Fitra sebenarnya pernah belajar membaca jam analog. Namun banyaknya angka dalam satu lingkaran dan konsep jarum panjang serta pendek membuat pikirannya kosong. “Lihat jarum sama banyak angka enggak kebaca aja sama otakku. Langsung kosong gitu otak pas baca jam,” akunya. Sejak itu, ia sepenuhnya mengandalkan jam digital.

Kepraktisan angka yang langsung terlihat membuat Fitra lebih nyaman menggunakan jam digital. Menurutnya, ia tak perlu lagi menebak-nebak arah jarum. “Simple. Langsung kelihatan jam berapa, enggak pakai mikir,” tambahnya, menjelaskan alasannya bergantung pada teknologi.

Kasus serupa juga ditemukan di Depok. Rina (38), seorang ibu rumah tangga, mengaku terkejut ketika putranya Dika yang sudah duduk di kelas 8 SMP tidak bisa membaca jam analog. Suatu ketika, saat ayahnya menyuruh melihat waktu, Dika hanya menatap jam dan balik bertanya, “Ini jam berapa, Yah?” Rina mengaku sempat mengira anaknya bercanda, namun ternyata tidak.

Kondisi ini turut menjadi perhatian Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti. Dalam peluncuran Gerakan Numerasi Nasional di SDN 04 Meruya, Jakarta Barat, Selasa (19/8/2025), ia menyebut bahwa banyak anak Indonesia kesulitan membaca jam jarum. “Saya menengarai, sebagian anak-anak kita itu tidak mampu membaca jam analog,” ujarnya. Ia juga menegaskan bahwa kemampuan ini berhubungan erat dengan keterampilan berhitung dan pemahaman sudut.

Mu’ti menambahkan bahwa membaca jam analog tidak hanya sekadar tahu waktu, tetapi juga membantu membangun logika matematis. “Padahal dari situ, anak tidak hanya tahu jam berapa, tapi juga bisa memahami sudut-sudut pergerakan jarum jam. Itu juga numerasi,” jelasnya. Ia berharap pendekatan pembelajaran yang menyenangkan bisa mengubah pandangan negatif terhadap matematika, serta membantu generasi muda terhindar dari ketergantungan pada teknologi secara berlebihan.

Sumber : https://www.liputan6.com/news/read/6137110/fenomena-siswa-zaman-sekarang-tak-bisa-baca-jam-analog?page=4
Penulis : Arnelya NL

Related Post

Tinggalkan komentar