Kasus Kekerasan Seksual di Ponpes Kukar, DPRD Gelar RDP: Intimidasi Korban, Dugaan Pelaku Lain, dan Desakan Penutupan

redaksi

Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama pihak terkait membahas kasus dugaan pencabulan di salah satu pondok pesantren di Kukar, Senin (18/8/2025)

Fajarnews.co, KUTAI KARTANEGARA – Komisi IV DPRD Kutai Kartanegara (Kukar) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama pihak terkait untuk membahas kasus dugaan pencabulan di salah satu pondok pesantren di Kukar, Senin (18/8/2025). Forum ini menghadirkan unsur legislatif, kepolisian, Kemenag, psikolog, kuasa hukum korban, serta Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA).

Dalam rapat, anggota dewan menegaskan kasus ini harus diproses hukum hingga tuntas tanpa kompromi.

“Saya setuju proses hukum sampai ke ujung. Bahkan saya sepakat kejaksaan mencari pasal yang paling tepat, karena ini tidak boleh ada pembiaran,” tegas salah satu anggota Komisi IV.

Pesantren tersebut diketahui berdiri sejak 1985 dengan jumlah santri sekitar 400 orang. Lembaga ini menaungi jenjang MTS dan Aliyah, serta memiliki izin operasional dari Kemenag pusat yang diperpanjang setiap lima tahun dengan rekomendasi daerah.

Kanit PPA Polres Kukar, Irma, menyampaikan bahwa hingga kini 13 korban dan saksi sudah diperiksa. Dari tujuh korban utama, satu anak berhasil selamat karena berani melawan.

“Pasal yang kami sangkakan menggunakan UU Perlindungan Anak, KUHP, serta UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Karena pelaku adalah tenaga pendidik, ancaman hukumannya ditambah sepertiga dari hukuman pokok,” jelasnya.

Pelaku telah ditahan sejak 15 Agustus, dengan masa tahanan awal 20 hari yang bisa diperpanjang sesuai kebutuhan penyidikan.

Di sisi lain, TRC PPA Kukar mengungkap fakta baru: korban masih mendapat intimidasi dari oknum yang diduga terkait pesantren. Teror datang dalam bentuk pesan singkat bernada ancaman hingga kedatangan orang tidak dikenal ke rumah korban.

“Ada yang mondar-mandir di depan rumah korban, menimbulkan rasa takut. Tapi kami sampaikan kepada korban untuk mendokumentasikan dan melaporkan, semuanya sudah kami serahkan ke kepolisian,” ujar Rina dari TRC PPA.

TRC juga mengungkap bahwa kasus serupa sebenarnya pernah mencuat pada 2021, namun terhenti karena hanya ada satu korban yang berani bersuara dan terkendala pembuktian. Bahkan, seorang alumni angkatan 2007 mengaku juga pernah menjadi korban dengan pelaku berbeda. Laporan tersebut kini telah diteruskan ke kepolisian.

“Ada dugaan masih ada pelaku lain, bahkan ada yang awalnya korban lalu berubah menjadi pelaku. Kami juga khawatir adanya korban perempuan. Semua ini sudah kami laporkan untuk penyelidikan lebih lanjut,” ungkap TRC.

Sejumlah anggota dewan menilai kasus ini adalah bentuk kelalaian lembaga. Anggota Komisi IV, Akbar Haka Saputra, menegaskan negara tidak boleh abai.

“Bayangkan, tahun 2021 kasus serupa pernah dilaporkan tapi lepas karena kurang bukti. Empat tahun kemudian muncul belasan korban baru. Ini jelas pembiaran,” tegasnya.

Akbar bahkan mendukung penutupan pesantren tersebut.

“Kalau saya pribadi, tutup. Negara harus hadir memfasilitasi santri, mencarikan sekolah baru, serta memberikan pendampingan psikologis,” ujarnya.

Selain membahas proses hukum, RDP juga merumuskan langkah pencegahan: sertifikasi tenaga pendidik pesantren, pendampingan psikolog berkelanjutan bagi korban, hingga penyediaan hotline pengaduan khusus santri di sekolah berbasis asrama. Para psikolog mengingatkan, dampak pelecehan seksual bisa muncul bertahun-tahun kemudian, sehingga pendampingan tidak boleh berhenti di awal kasus.

Sebagai tindak lanjut, forum menyepakati pembentukan tim ad hoc yang diketuai Kepala UPTD PPA Kukar, Farida, dengan anggota lintas instansi. Tim ini tidak hanya fokus pada kasus ponpes yang sedang diproses, tetapi juga pada pencegahan di seluruh lembaga pendidikan berbasis asrama.

Komisi IV DPRD Kukar menegaskan komitmennya: mengawal proses hukum hingga tuntas, memastikan korban mendapat perlindungan penuh, dan menjamin keberlanjutan pendidikan para santri.

Related Post

Tinggalkan komentar