Fajarnews.co, Bali – Ketenangan Bali terusik, bukan oleh alam atau bencana, tapi oleh para wisatawan asing yang tak hanya datang untuk liburan. Badan Pusat Statistik Bali mencatat 2.042.666 turis asing masuk Bali dalam empat bulan pertama 2025, meningkat 10,55 persen dari tahun lalu. Namun, angka itu justru jadi masalah baru bagi Pulau Dewata.
Gubernur Bali I Wayan Koster menyatakan keprihatinannya atas maraknya usaha ilegal yang dikendalikan WNA. Dalam keterangannya pada Senin (2/6), Koster mengungkap bahwa “Di Badung saja ada sekitar 400 izin usaha sewa mobil dan biro perjalanan yang dikuasai orang asing.” Sebagian dari mereka bahkan tidak tinggal di Bali, tapi bebas beroperasi.
OSS atau sistem perizinan online disebut menjadi pintu masuk WNA menguasai sektor mikro seperti penyewaan kendaraan dan homestay. “Pariwisata kita sedang tidak baik-baik saja. Macet, sampah, vila ilegal, sopir liar, wisatawan nakal, semua ini harus kita tata,” tegas Koster. Surat edaran pun telah diterbitkan sebagai dasar razia gabungan Satpol PP dan Polda.
Tak hanya Gubernur, ekonom dan pengamat pariwisata pun bersuara keras. Ketua ICPI Azril Azahari menyoroti lemahnya pengawasan. “Visa kunjungan sebenarnya tidak boleh untuk usaha, kenapa ini bisa lolos?” katanya. Ia juga menilai kebijakan bebas visa sebagai penyebab menjamurnya turis kelas menengah ke bawah yang membuka usaha ilegal.
Izzudin Al Farras dari INDEF menyatakan warga Bali yang toleran dimanfaatkan oleh WNA. “Ketiadaan penegakan hukum tanpa pandang bulu merupakan salah satu akar masalah,” tegasnya. Ia meminta pemerintah serius mengatasi overtourism agar kekayaan budaya Bali tidak hancur oleh pelanggaran sistematis.
Regulasi lokal, menurut Izzudin, harus diperkuat. Pemerintah daerah memiliki kuasa menertibkan lahan dan bangunan tak sesuai izin. Termasuk, pengawasan ketat terhadap kendaraan bermotor yang digunakan WNA secara ilegal.
Celios membeberkan lima modus utama warga asing menguasai Bali. Direktur Ekonomi Nailul Huda menyebut praktik nikah dengan warga lokal, pembelian paksa aset, pemasaran sesama negara, penyalahgunaan OSS, dan visa bolak-balik sebagai ancaman besar. “Pekerja lokal hanya jadi tenaga kerja murah. Jangan sampai nilai tambah Bali dinikmati orang asing,” tegas Huda.
Bali kini menghadapi pilihan: terus memanjakan wisatawan atau mulai menata ulang sistem pariwisata secara menyeluruh. Suara masyarakat, ahli, dan pemimpin daerah sudah bersatu menuntut perubahan. Kini giliran pemerintah pusat menjawab.
Sumber : https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20250603063318-92-1235745/bali-dikepung-bisnis-asing-karma-dosa-pariwisata/1
Penulis : Arnelya NL